Assalamualaikum, teman-teman pembaca yang InsyaAllah dirahmati Allah SWT. Kembali lagi di Serasi (Seputar Informasi Islami) yang kali ini akan membahas tentang “Kisah Bakti Sa’ad Bin Abi Waqash, pemuda yang berpegang teguh dengan akidah nya mesikpun tidak disetujui sang Ibu ”. Sebelum masuk ke dalam kisahnya, apakah teman-teman pernah membaca kisah Sa’ad Bin Abi Waqash yang akidahnya sangat ditentang oleh sang Ibu, tetapi beliau tetap berbakti kepada Ibunya meskipun berbeda akidah? Nah, dalam kisah yang akan kita bahas kali ini yaitu cara berbakti Sa’ad Bin Abi Waqash kepada sang Ibu yang berbeda keyakinan . Yuk, langsung saja kita simak kisah Sa’ad Bin Abi Waqash di bawah ini...
Sa’ad Bin Abi Waqash merupakan salah satu sahabat Rasulullah Saw yang berasal dari keturunan kaum quraisy. Beliau memiliki nama asli Sa’ad Bin Malik Az- Zuhri. Sa’ad Bin Abi Waqash lahir di Mekkah tahun 595 M. Ayah nya bernama Malik Bin Wuhaib dan Ibu nya bernama Hamnah Binti Sufyan. Sa’ad Bin Abi Waqash menyatakan keislamannya pada usia 17 tahun. Akan tetapi, hal tersebut sangat ditentang oleh Ibunya yang menyembah berhala. Meskipun sang Ibu tidak menyetujui, Sa’ad tetap memegang teguh keyakinannya. Lalu, bagaimana dengan tanggapan sang Ibu mengenai keteguhan Sa’ad? Tentu saja Ibu Sa’ad sangat marah dan murka. Walaupun begitu, Sa’ad Bin Abi Waqash menghadapi hal tersebut dengan sikap tenang dan lemah lembut. Beliau tetap menyayangi dan berbakti kepada Ibu nya. Suatu hari, Ibu Sa’ad tidak mau makan dan minum agar Sa’ad kembali menganut keyakinan nenek moyangnya. Mengetahui kabar tersebut, Sa’ad merasa sangat sedih, “ Jangan lakukan itu wahai Ibu. Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan agamaku, dan tidak akan berpisah dari nya. “ ucap Sa’ad kepada sang Ibu. Ibu Sa’ad berharap dengan cara seperti ini ia bisa meluluhkan hati sang putra, karena beliau tahu kalau Sa’ad sangat menyayangi nya. Namun, ternyata semuanya di luar dugaan. Sa’ad sangat teguh dengan akidah nya. “ Wahai Ibu, jika engkau memiliki 70 nyawa yang keluar satu demi satu, maka aku tetap tidak akan meninggalkan agama ku untuk selama- lama nya. “ ucap Sa’ad. Melihat keteguhan Sa’ad, akhirnya sang Ibu mengalah dan membiarkan Sa’ad tetap memeluk islam. Pesan moral yang dapat kita ambil dari kisah Sa’ad dan sang Ibu adalah Sa’ad tetap berbuat baik dan menyayangi Ibunya walaupun berbeda keyakinan. Akidahnya tidak goyah, meskipun ada bujukan dari orang tersayang. Oleh karena itu, tetap lah berbakti kepada orang tua kita meskipun kita berbeda pandangan karena Allah telah berfirman dalam Q.S. Luqman ayat 15 yang artinya “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan." Semoga materi ini bermanfaat bagi kita semua ya, jangan lupa untuk berdzikir dan bershalawat teman-teman! Sumber: https://www.detik.com/hikmah/kisah/d-6749490/kisah-bakti-saad-bin-abi-waqqash-dengan-sang-ibu-yang-beda-keyakinan ▒▒▒▒▒▒▒▒▒▒ #ForsipAlMadani #GenerasiAl-Khalil #Syiar_Al-Khalil #SeputarInformasiIslami #SERASI
0 Comments
Nabi Zulkifli dikenal sebagai sosok nabi yang mempunyai kesabaran yang luar biasa. Beliau merupakan anak dari Nabi Ayub yang kemudian diangkat menjadi nabi setelah ayah nya. Beliau menyebarkan Islam kepada kaum Amoria di Damaskus, Suriah. Nabi zulkifli memiliki sifat teladan yang bisa kita contoh di dalam kehidupan kita
Pertama, Nabi Zulkifli tidak pernah berbohong dan selalu menepati janji. Sejak kecil, masyarakat sangat menyayangi dan senang kepada nabi Zulkifli. Sejak kecil beliau selalu berkata jujur dan selalu memegang janji yang pernah ia ucapkan. Kedua, beliau adalah orang yang taat beribadah. Sebelum diangkat menjadi seorang nabi, beliau rajin melaksanakan ibadah (sholat) sebanyak 100 kali setiap hari. Ketiga, beliau merupakan orang yang teguh pendirian dan sabar. Ketika membuat keputusan, Nabi Zulkifli tidak terburu-buru dan senantiasa memandang masalah dari berbagai sudut pandang. Sebelum menjadi raja, Nabi Zulkifli mengikuti sayembara yang mensyaratkan ibadah puasa di siang hari dan melaksanakan sholat malam. Kegiatan tersebut harus dilakukan selama menjadi raja hingga wafat. Nabi Zulkifli menyanggupi syarat tersebut dan melaksanakannya, beliau memang sudah taat beribadah bahkan sebelum sayembara ini, oleh karena itu beliau menyanggupinya. Mari kita jadikan keteladanan Nabi Zulkifli sebagai contoh dan kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Assalamualaikum, teman-teman pembaca yang InyaAllah dirahmati Allah SWT. Kembali lagi di Serasi (Seputar Informasi Islami) yang kali ini akan membahas tentang “julaibib seorang sahabat nabi yang mengajarkan tentang nilai kesetiaan, keberanian, dan keadilan dalam Islam”. Yuk, langsung saja kita simak kisah julaibib di bawah ini...
Kisah Julaibib berasal dari masa kehidupan Nabi Muhammad SAW di Madinah. Julaibib adalah seorang sahabat yang kecil, kurus, dan tidak menarik secara fisik. Meskipun demikian, dia memiliki keberanian dan kesetiaan yang luar biasa terhadap Islam. Pada suatu ketika, Nabi Muhammad SAW melihat Julaibib sendirian dan tanpa keluarga di Madinah. Beliau kemudian berusaha mencarikan pasangan hidup untuk Julaibib. Nabi Muhammad SAW menikahkan Julaibib dengan seorang wanita Muslimah yang baik hati, meskipun wanita tersebut sebelumnya menolak menikah dengan Julaibib karena penampilannya yang tidak menarik. Julaibib yang tinggal di selasar Masjid Nabawi suatu hari ditegur oleh Rasulullah SAW, "Julaibib, tidakkah engkau menikah?" lembut suara Nabi SAW memekarkan bunga jiwa Julaibib. "Siapakah orangnya, ya Nabi, yang mau menikahkan anaknya dengan diriku ini?" Julaibib menjawab dengan senyuman. Tidak ada kesan ia menyesali dan menyalahkan takdir. Rasulullah juga tersenyum, dan ia kembali menanyakan hal yang sama kepada Julaibib hingga tiga hari berturut-turut. Pada hari ketiga itulah Rasulullah SAW mengajak Julaibib ke rumah salah satu pemimpin Anshar. Betapa bahagianya tuan rumah menerima kunjungan kehormatan dari sang Nabi Allah SWT. "Aku ingin menikahkan putri kalian," kata Rasulullah SAW kepada pemilik rumah. "Masya Allah, alangkah indah dan berkahnya. Duhai betapa kehadiranmu akan menjadi cahaya yang menyingkirkan temaram di rumah kami", si wali mengira bahwa Rasulullah akan meminang anak gadisnya. "Bukan untukku," aku pinang putrimu untuk Julaibib" kata Rasulullah SAW. Ayah sang gadis tentu sangat terkejut mendengarnya, sedang istrinya berseru, "Dengan Julaibib? Bagaimana mungkin? Julaibib yang jelek dan hitam, tak bernasab, tak berkabilah, tak berpangkat, dan tak berharta? Demi Allah, tidak! Tidak akan pernah anak kita menikah dengannya!" Sementara itu, anak gadisnya yang mendengar percakapan mereka dari balik tirai angkat bicara. Cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya mengalahkan segalanya. Ia menerima pinangan dari Rasulullah SAW dan setuju untuk menikah dengan Julaibib. Cintanya kepada Allah SWT ditunjukkan dengan taat dan patuh kepada Rasul-Nya. Namun, kebersamaan pasangan ini tidak berlangsung lama. Julaibib harus gugur saat berperang dan Rasulullah SAW sangat kehilangan. "Apakah kalian kehilangan seseorang?" kata Rasulullah SAW usai pertempuran. "Tidak, ya Rasulullah," serempak para sahabat menjawab. "Apakah kalian kehilangan seseorang?" kata Rasulullah SAW bertanya lagi. Wajahnya mulai memerah. "Tidak, ya Rasulullah," Sebagian sahabat menjawab dengan ragu dan was-was, beberapa melihat sekeliling dan memastikan tidak kehilangan seseorang. Terdengar helaan nafas yang berat, "Aku kehilangan Julaibib, carilah Julaibib!" kata beliau. Para sahabat tersadar dengan sosok yang dicari Rasulullah SAW, akhirnya mereka menemukan Julaibib. Ia gugur penuh luka, di sekitarnya terdapat tujuh musuh yang telah ia bunuh. Rasulullah SAW dengan tangannya sendiri mengkafani Julaibib dan mensalatinya. Julaibib tidak memiliki keluarga atau keturunan yang terhormat, namun dia sangat setia kepada Rasulullah dan ikut dalam setiap pertempuran untuk mempertahankan Islam. Dia membuktikan bahwa keberanian dan kesetiaan tidak tergantung pada penampilan fisik atau status sosial. Dia sangat mencintai Islam dan Rasulullah SAW. HIKMAH Kisah hidup Julaibib mengajarkan kita untuk tidak menilai seseorang berdasarkan penampilan atau latar belakang mereka, tetapi melihat nilai dan kebaikan dalam hati dan perbuatan mereka juga mengajarkan kita untuk melihat nilai seseorang bukan dari penampilan fisiknya, tetapi dari akhlak dan kesetiaannya. Ini mengingatkan kita bahwa setiap individu memiliki potensi untuk kebaikan, dan bahwa kita harus menghargai dan menghormati setiap orang tanpa memandang status atau penampilan mereka. Selain itu, kisah Julaibib juga menunjukkan pentingnya keadilan dan kasih sayang dalam Islam, di mana Nabi Muhammad SAW secara langsung terlibat dalam memastikan bahwa Julaibib mendapatkan haknya untuk memiliki keluarga dan kebahagiaan. di Serasi (Seputar Informasi Islami) yang kali ini akan membahas tentang “Kisah Sya’ban seorang sahabat nabi yang menyesali 3 perbuatan saat akhir hayatnya”. Nah, dalam kisah yang akan kita bahas kali ini yaitu tentang pentingnya melakukan amalan dengan maksimal agar tidak menyesal nantinya. Yuk, langsung saja kita simak kisah Sya’ban di bawah ini...
Kisah Sya'ban RA memang unik dan terkenal di kalangan penduduk langit. Keputusannya untuk selalu mengambil posisi di pojok masjid saat itikaf dan shalat adalah tindakan yang sangat luar biasa. Ia melakukannya dengan tujuan untuk menjaga kesopanan dan menghormati hak dan ruang orang lain. Sikapnya yang rendah hati dan penuh perhatian ini memperlihatkan betapa besar rasa pengorbanan dan penghargaan Sya'ban terhadap sesama. Dalam artikel ini kita belajar dari kerendahan hatinya saat bersedekah dan menjadikannya sebagai sebuah pelajaran, simak artikel berikut. Kedermawanan Hati Sya'ban RA Di suatu pagi, saat sholat subuh berjamaah akan dimulai. Rasulullah SAW sibuk mencari dimana keberadaan Sya’ban, karena sejak kedatangan Rasul ke masjid beliau tidak menemukan Sya’ban. Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam menjadi semakin khawatir ketika tidak ada yang melihat Sya'ban di masjid. Beliau mulai bertanya kepada para sahabat yang hadir, mencari tahu keberadaan teman mereka yang setia itu. Namun, tak seorang pun bisa memberikan jawaban yang memuaskan. Rasulullah merasa gelisah dan bertanya-tanya apa yang telah terjadi. Sya'ban selalu menjadi figur yang andal dan tak pernah melewatkan shalat berjamaah. Bagaimana mungkin dia tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Rasulullah pun berdoa agar Sya'ban segera ditemukan dan dalam keadaan baik-baik saja. Untuk menunggu kehadiran Sya’ban shalat subuh pun ditunda. Namun karena Sya’ban belum kunjung datang akhirnya Rasulullah SAW memutuskan untuk melaksanakan salat berjamaah. Meski khawatir, Rasulullah SAW tetap mengutamakan kedisiplinan dalam menjalankan ibadah. Setelah salat selesai, Rasulullah dan para sahabat masih merasa cemas karena Sya'ban belum dateng juga. Selepas shalat subuh Rasul pun bertanya kepada jamaah “Apakah ada yang mengetahui kabar Sya’ban” Namun tidak ada satupun yang menjawab Rasul memastikan kembali “Apa ada yang mengetahui rumah Sya’ban?”, seorang sahabat mengangkat tangan dan mengatakan tau dimana rumah Sya’ban berada Perjalanan dari masjid ke rumah Sya’ban cukup lama dan memakan waktu sekitar 3 jam. Sesampainya di depan rumah Sya’ban, Rasul mengucapkan salam dan keluarlah wanita. “Benarkah ini rumah Sya’ban?” tanya Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam. “Ya benar, ini rumah Sya’ban. Saya istrinya,” jawab wanita tersebut. “Bolekah kami menemui Sya’ban, yang tidak hadir salat Subuh di masjid pagi ini?” ucap Rasul. Dengan berlinangan air mata, istri Sya’ban menjawab “Beliau telah meninggal tadi pagi”. “Innalilahi Wainnailaihiroji’un,” jawab semuanya. Setelah itu , istri Sya’ban bertanya “Ya Rasulullah SAW asa sesuatu yang jadi pertanyaan bagi kami semua, menjelang kematianny adia berteriak tiga kali. Kami tidak paham apa maksudnya” “Apa saja kalimat yang diucapkannya?” tanya Rasulullah SAW. “Di masing-masing teriakannya, dia berucap kalimat ‘Aduh, kenapa tidak lebih jauh, aduh kenapa tidak yang baru, aduh kenapa tidak semua,” jawab istri Sya’ban. Rasulullah SAW pun melantunkan ayat yang terdapat surah Qaaf ayat 22: “Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu hijab (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam” Sya’ban menyesal karena:
Hikmah Kisah Sya'ban Karena sesungguhnya pada suatu saat nanti, kita semua akan mati, akan menyesal dan tentu dengan kadar yang berbeda. Bahkan ada yang meminta untuk ditunda matinya, karena pada saat itu barulah terlihat dengan jelas konsekuensi dari semua perbuatannya di dunia. Mereka meminta untuk ditunda sesaat karena ingin bersedekah. Namun kematian akan datang pada waktunya, tidak dapat dimajukan dan tidak dapat diakhirkan. Serta bersedekahlah dengan optimal karena sesungguhnya balasan dari Allah SWT pun lebih baik dari dunia seisinya. |
CATATANMedia ini digunakan sebagai salah satu alternatif dakwah kampus via online. ARSIP
March 2024
KATEGORI |